Kab. Garut, Sebelas12 - Kementrian Sosial RI menerima surat pengajuan anggaran dari Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab. Garut,
dengan SK Bupati Garut No. 360/Kep.563.DSTT/2016 tanggal 3 Oktober 2016 tentang data pengungsi korban banjir bandang Sungai Cimanuk yang berada di
dalam hunian sementara dan di luar hunian sementara, yang telah dicabut dan dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.
Anggaran dari Kementrian Sosial RI, per
jiwa selama 90 hari yang di kalikan Rp. 10.000,-, maka korban banjir bandang baik di dalam hunian sementara dan hunian di
luar sementara seharusnya mendapatkan Rp. 900.000.- per jiwa. Yang waktu itu telah disampaikan Menteri Sosial, Hotifah pada saat kunjungan kepada korban banjir bandang Kab,
Garut Tahun 2016.
Menurut korban banjir bandang yang berada
di pengungsian rusunawa, LEC, Musadad, dan lainnya mengatakan bahwa mereka sudah menerima dana jaminan hidup selama 90
hari yaitu bulan Oktober, Nopember dan Desember 2016.
"Melalui BPBD Kab. Garut diberikan dua termen, Oktober dibayarnya Nopember, termen kedua Nopember dan Desember dibayarnya dua bulan sekaligus pada bulan Januari 2017," terang Ujang, salah satu korban banjir.
Ditambahkan Ujang, saudaranya yang
tidak mengungsi atau di luar pengungsian sementara yang sesuai dengan SK Bupati Kab.
Garut, baru diberikan bulan Maret 2017, Sebesar Rp. 300.000.- per KK (kepala keluarga)
dari Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab, Garut.
Sementara itu ketika dimintai komentarnya mengenai permasalahan tersebut, Sekjen KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Kab. Garut, Hendra Mutaqim, SE, di gedung Sate Bandung dalam acara penanganan banjir bandang Jawa
Barat, mengatakan bahwa pihaknya kaget mendapatkan kabar seperti itu. "Kemana anggaran yang diberikan Kementrian Sosial bagi pengungsi korban bandang
yang berada di dalam hunian sementara dan hunian di luar sementara ?," kata Hendra.
Lebih lanjut Hendra mengatakan ia lebih kaget lagi ketika melihat foto copy
SK Bupati No 360/Kep. 563. DSTT/2016 yang dilihat dan dibaca SK
tersebut oleh Bupati sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 3 Oktober
2016. "Namun kenapa masih digunakan oleh Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab. Garut dalam memberikan jaminan hidup bagi korban
di luar hunian sementara ?," katanya.
Oleh karena itu, kata Hendra, KNPI Kab,
Garut akan melayangkan surat kepada Bupati Garut dan DPRD Kab, Garut untuk meminta Audensi mengenai anggaran dari Kementrian Sosial yang telah diterima oleh Pemda Tahun
2016.
"Kami meminta kepada penegak hukum agar permasalahan ini untuk diselidiki dan diusut hingga tuntas. Jangan sampai korban banjir bandang yang berada di luar pengungsian harus menerima sama dengan di pengungsian," katanya.
Di tempat terpisah, Direktur Exsekutif MATA, Deni, SH, mengatakan jika Bupati Garut, Rudy Gunawan SH. telah mencabut SK nya No 360/Kep. 563 DSTT/2016 tentang pengungsi data korban banjir bandang Sungai Cimanuk yang berada dalam hunian sementara dan di luar hunian sementara, itu jelas Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab. Garut sudah tidak boleh menggunakan SK tersebut.
"Jika SK tersebut sudah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku tanggal 3 Oktober 2016, Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab, Garut boleh mengajukan kembali kepada Bupati agar diterbitkan SK yang baru, begitu aja kok susah," katanya.
Dengan SK yang baru, tambah Deni, diharapkan data korban banjir bandang Kab. Garut keseluruhannya bisa terdata dan masuk pada SK Bupati yang baru. Dirinya mencontohkan korban banjir di Desa Haurpanggung yang menurut kepala desanya sebanyak 1.110 KK yang merupakan daerah terbanyak korban banjir bandang di Kab. Garut.
Lanjut Deni, apabila korban banjir bandang di luar pengungsian contohnya yang 1.110 KK baru menerima Rp. 300.000,- maka kewajiban Pemda Kab. Garut dana yang diberikan oleh Kementrian Sosial kekurangannya sebesar Rp. 600.000.- per jiwa. "Bukan dihitung per KK agar tidak ada kecemburuan antara pengungsi di dalam hunian sementara dan di luar hunian sementara," katanya.
Pemerintah Kab. Garut harus transparan berapa bantuan dari Kementrian Sosial bagi pengungsi korban banjir bandang Sungai Cimanuk baik di dalam dan di luar hunian. Saya harapkan penegak hukum pun memantau bila mana perlu tugas dari KPK terjun ke lapangan untuk memeriksa kenapa anggarannya harus dibedakan padahal Mentri Sosial telah menyetujui bahwa semua korban banjir bandang Kab. Garut tidak ada veripikasi antara pemilik rumah atau pun yang mengontrak diberikan sama untuk jaminan hidup selama 90 Hari.
Kami meminta penegak hukum dan para lembaga pemantau anggaran Negara untuk mengawal agar persoalan ini jangan ada masyarakat yang dirugikan serta bagi oknum yang mencoba menakut-nakuti masyarakat laporkan saja.
Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab. Garut ketika dikonfirmasi Dadang Kabid yang menangani pemberian jaminan hidup di ruangannya mengatakan kami memang betul berdasarkan SK Bupati No 360/Kep. 563 DSTT/2016 yang telah dicabut pada tanggal 3 Oktober 2016 untuk memberikan jaminan hidup kepada korban banjir bandang yang berada di luar pengungsian.
Sementara itu Dadang mengatakan kalau menurut aturan SK yang di keluarkan atau yang telah dicabut memang tidak boleh dipergunakan, mengenai persoalan ini yang bisa menjawab hanya Kepala Dinas Sosial dan Transmigrasi, Hj. Elka Nurhakimah, M.Si," pungkasnya. (Sanusi)
"Kami meminta kepada penegak hukum agar permasalahan ini untuk diselidiki dan diusut hingga tuntas. Jangan sampai korban banjir bandang yang berada di luar pengungsian harus menerima sama dengan di pengungsian," katanya.
Di tempat terpisah, Direktur Exsekutif MATA, Deni, SH, mengatakan jika Bupati Garut, Rudy Gunawan SH. telah mencabut SK nya No 360/Kep. 563 DSTT/2016 tentang pengungsi data korban banjir bandang Sungai Cimanuk yang berada dalam hunian sementara dan di luar hunian sementara, itu jelas Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab. Garut sudah tidak boleh menggunakan SK tersebut.
"Jika SK tersebut sudah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku tanggal 3 Oktober 2016, Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab, Garut boleh mengajukan kembali kepada Bupati agar diterbitkan SK yang baru, begitu aja kok susah," katanya.
Dengan SK yang baru, tambah Deni, diharapkan data korban banjir bandang Kab. Garut keseluruhannya bisa terdata dan masuk pada SK Bupati yang baru. Dirinya mencontohkan korban banjir di Desa Haurpanggung yang menurut kepala desanya sebanyak 1.110 KK yang merupakan daerah terbanyak korban banjir bandang di Kab. Garut.
Lanjut Deni, apabila korban banjir bandang di luar pengungsian contohnya yang 1.110 KK baru menerima Rp. 300.000,- maka kewajiban Pemda Kab. Garut dana yang diberikan oleh Kementrian Sosial kekurangannya sebesar Rp. 600.000.- per jiwa. "Bukan dihitung per KK agar tidak ada kecemburuan antara pengungsi di dalam hunian sementara dan di luar hunian sementara," katanya.
Pemerintah Kab. Garut harus transparan berapa bantuan dari Kementrian Sosial bagi pengungsi korban banjir bandang Sungai Cimanuk baik di dalam dan di luar hunian. Saya harapkan penegak hukum pun memantau bila mana perlu tugas dari KPK terjun ke lapangan untuk memeriksa kenapa anggarannya harus dibedakan padahal Mentri Sosial telah menyetujui bahwa semua korban banjir bandang Kab. Garut tidak ada veripikasi antara pemilik rumah atau pun yang mengontrak diberikan sama untuk jaminan hidup selama 90 Hari.
Kami meminta penegak hukum dan para lembaga pemantau anggaran Negara untuk mengawal agar persoalan ini jangan ada masyarakat yang dirugikan serta bagi oknum yang mencoba menakut-nakuti masyarakat laporkan saja.
Dinas Sosial dan Transmigrasi Kab. Garut ketika dikonfirmasi Dadang Kabid yang menangani pemberian jaminan hidup di ruangannya mengatakan kami memang betul berdasarkan SK Bupati No 360/Kep. 563 DSTT/2016 yang telah dicabut pada tanggal 3 Oktober 2016 untuk memberikan jaminan hidup kepada korban banjir bandang yang berada di luar pengungsian.
Sementara itu Dadang mengatakan kalau menurut aturan SK yang di keluarkan atau yang telah dicabut memang tidak boleh dipergunakan, mengenai persoalan ini yang bisa menjawab hanya Kepala Dinas Sosial dan Transmigrasi, Hj. Elka Nurhakimah, M.Si," pungkasnya. (Sanusi)