Kab
Garut, Sebelas12 -,Satu Tahun Korban Banjir Bandang di
Kabupaten Garut belum juga mendapatkan kejelasan dari pemerintah kabupaten
Garut, semakin membinggungkan korban yang berada di luar Hunian Sementara (Huntara).
Keputusan Bupati
Garut Nomor.360/Kep.543-DSTT/2016 sampai dengan SK Bupati
Nomor.360/Kep.729-Disperkim/2017 tentang Penetapan Penerima Bantuan Rumah Bagi
Korban Banjir Bandang Sungai Cimanuk, dan SK Bupati
Nomor.360/714-Disperkim/2017 tentang Data Kerusakan Pemukiman Akibat Bajir
Bandang Sungai Cimanuk disinyalir betentangan dengan Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penaggulangan Bencana Bab II urutan 3
huruf b. keadilan.
Demikian disampaikan Direktur
Exsekutif LSM Mata, Deni saat ditemui di kantornya, di Jakarta belum lama ini. “Sudah
Jatuh ketiban tangga, korban banjir bandang yang berada di zona merah yang
tidak di evakuasi diluar huntara merupakan warga yang bertahun-tahun berstatus
memiliki KTP dan KK hidup menggontrak di Kecamatan Tarogong Kidul,” katanya.
Deni menambahkan, jika
Pemerintah Kabupaten Garut mulai dari tim di bawah dari tinggkat RT, RW, Desa/Kelurahan,
Kecamatan kemudian ke Bupati, harus berdasarkan Undang Undang Nomor .24 tahun
2007 yang di tandatangani Presiden Republik Indonesia DR. H. Susilo Bambang
Yudhoyono dan Menteri Hukum Hak Asasi Manusia, Hamid Awaludin.
“Sudah jelas Undang
Undang nomor 24 tahun 2007 Pasal 79, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pasal 75 sampai pasal 78, ada sanksinya harus dibaca . Warga korban banjir
bandang yang terjadi 20 september 2016, tidak semestinya Pemda Garut menutup
mata. warga korban banjir bandang, mereka telah mengikuti mekanisme membuat pernyataan
di atas materai 6000,” terangnya.
Lebih lanjut dirinya
mengatakan, akan tetapi dalam SK Bupati nomor 360/Kep 729 dan 714 Dlsperkim/2017
tidak tercantum disitu letak kelalaian dan harus diperbaiki kemudian hasil verifikasi
dan validasi kemudian adakan sidang antara korban banjir bandang dengan RT
setempat dengan Tim yang dibentuk dari
Disperkim, Kecamatan, Desa/Kelurahan, sehingga tidak terjadi dalam SK Bupati
360/kep.729 dan 714-Disperkim/2017, di Desa Haurpanggung RW 19 RT 03, satu AJB
(satu rumah-red) mendapatkan 3 (tiga).
Sementara itu, warga
korban banjir bandang yang berinisial RM, memaparkan di dalam Huntara mengenai
Jadup (jaminan Hidup dinas sosial) sesuai dengan juklak-juknis pusat diberikan
sesuai dengan bantuan per jiwa Rp. 900.000,- . “Sedangkan di Iuar Huntara, kami
warga masyarakat yang sama korban banjir bandang hanya menerima sebesar Rp. 300.000,-.
Tapi oknum di Dinas Sosial dalam laporan ke pusat, per jiwa Rp. 900.000,-. Kami
merasa diabaikan, mana Ietak keadilan, para oknum justru memanfaatkan kami warga
korban banjir bandang yang meminta kepada Bupati Garut untuk menuntaskan serta
menyelesaikan para korban, jangan ada yang dirugikan ucap IP,” paparnya.
Di lain tempat, Kepala
Desa Haurpanggung, Wahyudin mengatakan bahwa berkas sudah semuanya diberikan ke
Kecamatan Tarogong Kidul. “Kami tidak tahu kalau sebagian korban banjir bandang
tidak ada dalam SK Bupati nomor 360/Kep.729 dan 714-Disperkim 2017. Namun sangat
disayangkan, saat akan dikonfirmasi hal tersebut, Camat Tarogong Kidul tidak ada ditempat.
Sementara itu, Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Garut, Dadi Jakaria, saat
ditemui usai Kegiatab acara Penyusunan Kajian Risiko Bencana, di kantornya
mengatakan bahwa pihaknya dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan UU No.
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. “Yang kami lakukan pada korban
bencana banjir bandang; yang pertama penampungan korban banjir, kedua
melokasikan korban banjir, dan ketiga memberikan bantuan logistik serta
koordinasi kepada dinas terkait, salah satunya Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim)
Kab. Garut, yang seharusnya satu komando dari tim penanggulangan bencana,”
katanya.
Lebih lanjut dirinya
mengatakan mengenai data korban dan ganti rugi korban banjir bandang sudah diatur
dalam UU No. 24 Tahun 2007. (Uci)